Microfinance merupakan salah industri keuangan baru yang
tumbuh pesat dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Pada awalnya di era tahun
1960-an, microfinance termasuk bagian dari program pembangunan yang menyalurkan
kredit bersubsidi untuk menunjang pembangunan pertanian, penanggulangan
kelaparan dan kemiskinan di wilayah pedesaan khususnya di negara-negara
berkembang. Kini microfinance telah menjadi suatu sistem intermediasi keuangan
yang terintegrasi dengan sektor keuangan modern.
Apa Microfinance?
Microfinance merupakan pembiayaan dengan skala mikro. Makna
mikro dalam dalam konteks ini berkaitan dengan nilai transaksi dan kapasitas
keuangan nasabah yang umumnya masuk ke dalam kategori miskin seperti yang
dirumuskan oleh UNCDF, CGAPdan ADB “microfinance
refers to loans, savings, insurance, transfer services and other financial
products targeted at low-income clients”.
Sedangkan difinisi yang lebih rinci dirumuskan oleh Marguerite Robinson dalam
bukunya yang cukup fenomenal The Microfinance Revolution Volume I & II
yakni “microfinance is small-scale
financial services provided to people who farm or fish or herd; who operate
small or microenterprises where goods are produced, recycled, repaired, or
traded; who provide services; who work for wages or commissions; who gain
income from renting out small amounts of land, vehicles, draft animals, or
machinery and tools; and to other individuals and groups at the local levels of
developing countries, both rural and urban”.
Dari berbagai pengertian tersebut di atas bahwa microfinance
mengandung tiga elemen utama yang membedakannya dengan sistem intermediasi
keuangan lainnya seperti perbankan yaitu:
1. Batasan transaksi
Nilai transaksi microfinance tidak bersifat universal artinya
tidak ada konvensi internasional yang menetapkan nilai transaksi yang masuk
kategori kecil atau mikro. Di Indonesia, nilai transaksi microfinance hanya
dirumuskan pada batasan kredit mikro saja yakni maksimum Rp50 juta. Sedangkan
untuk transaksi keuangan lainnya seperti simpanan, asuransi, remittance, sistem
pembayaran tidak ada pengaturan yang jelas.
2. Segment Pasar
Microfinance memiliki keunikan dalam melayani masyarakat
yakni terfokus pada masyarakat miskin yang terbagi menjadi empat kelompok:
Kelompok I yakni the poorest of the poor. Penduduk miskin
yang tidak memiliki sumber pendapatan karena faktor usia, sakit, cacat fisik
sehingga tidak memiliki pendapatan.
Kelompok II yaitu labouring poor. Kelompok miskin yang
bekerja sebagai buruh dengan penghasilan sangat terbatas dan bersifat tidak
tetap atau musiman yang umumnya bekerja di sektor pertanian atau sektor-sektor
lain yang bersifat padat karya.
Kelompok III adalah self-employed poor. Merupakan penduduk
miskin yang berpenghasilan relatif cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar
dengan bekerja di sektor informal.
Kelompok IV ialah enconomically active poor. Golongan yang
telah memiliki kekuatan ekonomi dengan sumber pendapatan yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan hidup dasar dan memiliki surplus income.
3. Tujuan
State of practice microfinance sekarang tidak terlepas dari
sejarah kelahirannya yaitu untuk menanggulangi masalah-masalah yang berkaitan
dengan kemiskinan. Selanjutnya pengembangan microfinance menjadi salah satu
agenda untuk mencapai The Millennium Development Goals untuk mengurangi jumlah
penduduk dunia menjadi separuhnya pada tahun 2015. Hal ini kemudian diperkuat
dengan Resolusi PBB No.A/58/488 tentang the International Year of Microcredit
2005 yang mendorong microfinance sebagai sektor keuangan yang inklusif.
Mengapa Microfinance?
Ketersediaan sumber daya finansial yang cukup pada saat yang
tepat merupakan salah satu faktor penting bagi individu atau rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi kondisi ideal tersebut hampir tidak
mungkin terjadi pada masyarakat miskin karena terbatasnya resource sehingga
memerlukan adanya intervensi keuangan untuk menutup gap yang ada. Ada lima pola
intervensi microfinanc, misalnya dalam pembiyaan yakni:
1. Income smoothing
Menutup kebutuhan keuangan karena adanya gap antara
pendapatan dan pengeluaran karena faktor musim atau siklus upahan. Umumnya
petani membutuhkan dana pada masa tanam untuk membeli sarana produksi dan
memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga. Hal yang sama juga terjadi pada para
pekerja atau buruh yang menerima upah secara berkala.
2. Cash flow injection
Mengatasi aliran kas (terjadi kesenjangan antara aktiva
lancar dan pasiva lancar) yang terutama bagi usaha mikro yang menerapkan sistem
pembayaran kredit atau karena ada kebutuhan strategis misalnya untuk memenuhi
kontrak bisnis yang bersifat sesaat.
3. Emergency relief
Merupakan asistensi keuangan untuk mengatasi kebutuhan
mendadak karena adanya musibah keluarga, sakit dan bencana alam, kehilangan
pekerjaan, biaya pendidikan dan kebutuhan jangka pendek lainnya karena umumnya
masyarakat miskin tidak memiliki tabungan atau asuransi.
4. Asset building
Menyediakan dana yang bersifat jangka panjang untuk membeli
aktiva tetap (peralatan rumah tangga), kendaraan, hewan ternak, properti , dan
lain-lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi atau dapat dikonversikan kembali
menjadi uang.
Secara empiris, efektivitas dari intervensi microfinance
memberikan dampak yang positif terhadap rumah tangga. Secara umum mekanisme
dampak tersebut dapat dijelaskan dan digambarkan sebagai berikut:
Pertama, akses keuangan yang berkelanjutan merupakan faktor
produksi penting dalam kegiatan ekonomi masyarakat miskin yang dalam hal ini
menghasilkan double impact yaitu pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Adanya
pendapatan yang stabil akan mempermudah untuk mencukupi kebutuhan dasar
sehari-hari, pakaian, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan tempat tinggal yang
layak, kendaraan, barang berharga, dan sebagainya. Dalam jangka panjang, akan
mendorong terbentuknya rumah tangga yang mandiri dan sejahtera.
Kedua, adanya jaminan pembiayaan mendorong pengusaha mikro
mengambil keputusan bisnis jangka panjang dan melakukan investasi yang
menguntungkan.
Kehadiran lembaga microfinance akan meningkatkan awareness
dan mendorong masyarakat miskin menggunakan instrumen moneter seperti tabungan,
sistem pembayaran, transfer uang dan asuransi sehingga meningkatkan likuiditas
dan dinamika ekonomi lokal.
Ketiga, efektivitas intervensi microfinance yang dijelaskan
sebelumnya telah mendorong berbagai inisiatif mengembangkan produk dan jasa
keuangan lainnya untuk melayani masyarakat miskin, antara lain housing
microfinance.
Siapa Microfinance?
Lembaga yang mengelola program microfinance dapat bersifat
formal, semi formal dan informal. Sedangkan mekanisme intermediasi microfinance
dikelompokkan menjadi dua pendekatan yakni minimalist yang mengadopsi sistem
perbankan dan integrated menggunakan kombinasi antara intermediasi keuangan dan
intermediasi sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Eksistensi
microfinance di lingkungan masyarakat miskin cukup mengakar yang tercermin dari
banyaknya jumlah nasabah dan cakupan jaringan kerja. Data yang dihimpun dari
berbagai sumber memperlihatkan bahwa jaringan microfinance telah mencapai 55
ribu kantor yang menyalurkan pinjaman sebanyak Rp28 triliun kepada sekitar 35
juta nasabah serta berhasil menghimpun dana sebesar Rp38 triliun yang tercatat
dalam 36 juta rekening. Struktur microfinance Indonesia dapat digolongkan
menjadi tiga yaitu formal, semiformal dan informal.
Kelompok formal microfinance lembaga keuangan yang diatur
oleh UU Perbankan, meliputi bank umum yang memiliki unit bisnis microfinance
dan BPR. Saat ini ada tiga bank umum yang secara khusus memiliki eksposur di
microfinance yakni BRI-Unit dengan sistem BRI-Unit, Bank Danamon yang
mengembangkan Danamon Simpan Pinjam (DSP) dan Bank Mandiri melalui Microbanking
Unit. Namun demikian, ada beberapa bank yang juga melayani pasar microfinance
secara tidak langsung, misalnya melalui linkage program dengan BPR atau LKM.
Lembaga formal microfinance melayani masyarakat miskin yang masuk dalam
kelompok III dan IV dengan menawarkan produk dan jasa perbankan seperti kredit
untuk berbagai keperluan, simpanan dalam bentuk giro, deposito dan tabungan,
transfer uang, sistem pembayaran dan jasa keuangan lainnya. Namun untuk BPR
diberlakukan batasan operasi antara lain tidak diperkenankan melayani produk
giro karena tidak termasuk dalam sistem kliring perbankan dan melakukan
transaksi valuta asing. Prinsip operasional dan pola interaksi dengan nasabah
yang digunakan oleh kelompok ini cenderung bersifat formal dengan menerapkan
prinsip-prinsip perbankan umum sehingga daya penetrasinya hanya terbatas pada
nasabah yang bankable.
Semiformal microfinance adalah lembaga keuangan yang diatur
oleh pemerintah melalui PP atau Perda. Bentuk dan sistem operasional kelompok
ini cukup bervariasi seperti Perum Pegadaian, Badan Kredit Desa (BKD), Koperasi
Simpan Pinjam (KSP) dengan konsep koperasi, Lembaga Dana Dan Kredit Pedesaan
(LDKP), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Kecamatan (BKK) dan Baitul
Maal Wa’atamwil (BMT) dan LKM yang
terdaftar lainnya. Pasar utama semiformal microfinance adalah penduduk miskin
dengan kategori kelompok II dan III serta sebagian kecil yang masuk dalam
kelompok IV. Produk keuangan yang ditawarkan adalah kredit dan simpanan yang
berbasis pada keanggotaan, namun khusus Pegadaian menawarkan pinjaman dengan
sistem gadai. Sesuai dengan penggolongannya, sebagian besar platform
operasional lembaga ini bersifat semiformal, artinya mengadopsi kaidah-kaidah
yang ditetapkan oleh pemerintah, namun dalam membangun hubungan dengan nasabah
atau anggotanya cenderung menggunakan cara-cara yang bersifat informal.
Informal microfinance berbagai macam bentuk kelembagaan dan
kepemilikan dan metode yang digunakan. Hal ini dimungkinkan karena tidak ada
regulasi khusus yang mengaturnya, mencakup Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), kelompok arisan, rentenir, dan lain-lain.
Keunikan dari informal microfinance adalah menyediakan fasilitas kredit (cash
atau non cash) yang didasarkan pada hubungan individu, kelompok dan jalinan
bisnis. Untuk lembaga microfinance yang berbentuk LSM, pemberiaan kredit juga
diikuti dengan program pemberdayaan dan asistensi non keuangan lainnya.
Sumber : http://mikrobanker.wordpress.com/2009/01/11/apa-mengapa-dan-siapa-microfinance/